Kurikulum Merdeka: Inovasi atau Tantangan Baru di Sekolah?

Kurikulum Merdeka: Inovasi atau Tantangan Baru di Sekolah?

Inovasi dalam Kurikulum Merdeka

Fleksibilitas Pembelajaran dan Pembelajaran Berdiferensiasi

Salah satu keunggulan utama Kurikulum Merdeka adalah fleksibilitasnya. Sekolah memiliki kewenangan menyusun Kurikulum Operasional Satuan Pendidikan (KOSP) sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik peserta didik.

Pembelajaran Berdiferensiasi

Guru diberikan ruang untuk menerapkan pembelajaran berdiferensiasi, yaitu strategi mengajar yang menyesuaikan materi, proses, dan produk pembelajaran dengan kebutuhan siswa. Pendekatan ini sangat mendukung pembelajaran kreatif dan inovatif, terutama dalam kelas yang beragam.

Contoh: SMAN 1 Bantul dan SDN Cipinang Jakarta telah menerapkan model ini dengan menyediakan modul dan asesmen diagnostik awal yang disesuaikan dengan minat dan kesiapan siswa.

Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5)

P5 menjadi ciri khas Kurikulum Merdeka dalam membentuk karakter siswa secara menyeluruh melalui kegiatan tematik dan lintas disiplin.

Tema-tema P5

Beberapa tema populer dalam P5 adalah:

  • Gaya Hidup Berkelanjutan
  • Kearifan Lokal
  • Rekayasa dan Teknologi
  • Kewirausahaan

Contoh nyata: Di SMPN 3 Sleman, siswa membuat kompos dari sampah organik sekolah dan menjualnya ke pasar tani sebagai bagian dari projek “Gaya Hidup Berkelanjutan”.

Peran Guru sebagai Fasilitator

Dalam Kurikulum Merdeka, guru tidak lagi hanya sebagai penyampai materi, tetapi fasilitator pembelajaran aktif. Guru mendorong siswa bertanya, berdiskusi, bereksperimen, dan menyelesaikan masalah dunia nyata.

Transformasi ini menuntut perubahan mindset dan peningkatan kompetensi guru secara berkelanjutan.

Keleluasaan dalam Menyusun Kurikulum Sekolah

Sekolah kini dapat menyusun sendiri struktur kurikulumnya. Tidak ada lagi paksaan untuk mengajar semua kompetensi dasar seperti di kurikulum sebelumnya. Asesmen formatif digunakan untuk memantau proses, bukan hanya hasil.

 

Tantangan Penerapan Kurikulum Merdeka di Lapangan

1. Kesiapan Guru yang Belum Merata

Tidak semua guru siap dengan perubahan paradigma ini. Pelatihan yang tersedia melalui Platform Merdeka Mengajar belum menjangkau seluruh Indonesia, terutama wilayah 3T.

Data: Menurut laporan Kemendikbud 2023, hanya sekitar 47% guru menyatakan memahami dengan baik prinsip pembelajaran berdiferensiasi.

2. Sarana dan Prasarana yang Belum Mendukung

Keterbatasan fasilitas seperti akses internet, perangkat TIK, dan ruang belajar menjadi kendala utama, terutama dalam menjalankan projek berbasis komunitas atau digital.

3. Kesenjangan Antar Wilayah

Sekolah di daerah perkotaan lebih mudah beradaptasi berkat dukungan infrastruktur dan SDM. Sebaliknya, sekolah di daerah pedalaman atau perbatasan masih kesulitan menjalankan asesmen diagnostik atau projek P5.

4. Beban Administratif dan Kurikulum Lokal

Banyak guru merasa kebingungan dalam menyusun KOSP. Ketiadaan template seragam justru membuat proses ini membingungkan dan menambah beban administratif.

 

Dampak Kurikulum Merdeka terhadap Guru, Siswa, dan Orang Tua

1. Guru Menghadapi Transformasi Peran

Dari pengajar menjadi fasilitator bukan perkara mudah. Guru harus memiliki kemampuan pedagogik dan digital yang mumpuni. Selain itu, guru dituntut melakukan refleksi dan penyesuaian strategi pembelajaran secara terus-menerus.

2. Respons Siswa yang Beragam

Beberapa siswa merespons positif sistem belajar yang lebih aktif dan kreatif. Namun, banyak juga yang belum terbiasa dengan pola belajar mandiri dan mengalami kebingungan.

3. Orang Tua sebagai Mitra

Orang tua kini diharapkan lebih terlibat dalam proses belajar, bukan hanya memantau nilai. Namun, tidak semua orang tua memahami perubahan ini. Komunikasi sekolah-orang tua menjadi sangat penting.

 Baca Juga : Projek P5: Cara Sekolah Membangun Karakter Siswa

Solusi dan Rekomendasi untuk Penerapan yang Lebih Efektif

1. Pendampingan Intensif dan Terstruktur untuk Guru

  • Komunitas Belajar Guru Penggerak perlu diperluas.
  • Program coaching dan mentoring rutin sangat membantu.

2. Kolaborasi Sekolah dan Komunitas

Sekolah bisa menggandeng UMKM lokal, tokoh adat, hingga lembaga lingkungan untuk menjalankan P5 secara kontekstual dan bermakna.

3. Pelatihan Berbasis Praktik Baik

Pelatihan sebaiknya fokus pada studi kasus dan praktik langsung dari sekolah yang telah berhasil menerapkan Kurikulum Merdeka.

4. Penguatan Peran Teknologi

Platform seperti:

  • Merdeka Mengajar: Untuk pelatihan dan perangkat ajar
  • Rumah Belajar: Untuk akses konten pembelajaran terbuka
  • Google Workspace for Education: Untuk kolaborasi dan presentasi projek siswa

Teknologi harus menjadi jembatan, bukan penghalang.

Kurikulum Merdeka, Maju atau Mundur?

Kurikulum Merdeka membuka jalan menuju sistem pendidikan yang lebih kontekstual, kolaboratif, dan berkarakter. Namun, seperti perubahan besar lainnya, implementasi di lapangan membutuhkan dukungan penuh, pelatihan yang merata, dan kolaborasi lintas pihak.



Postingan Terkait

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *