Storytelling yang Disukai Gen Z, Panduan untuk Marketer
Gen Z dan Tantangan Storytelling Modern
Di era digital yang serba cepat, Generasi Z (Gen Z) muncul sebagai audiens yang unik dan menantang. Lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an, Gen Z adalah digital native sejati yang terbiasa dengan akses instan terhadap informasi. Mereka sangat peka terhadap narasi yang tidak autentik dan cenderung skeptis terhadap pesan-pesan yang terlalu "dipoles".
Dalam konteks digital marketing ala Gen Z, pendekatan storytelling tidak bisa dilakukan dengan cara lama. Diperlukan narasi yang relevan, jujur, dan sesuai dengan nilai-nilai mereka.
Marketer yang ingin menjangkau Gen Z harus memahami karakteristik konsumsi konten mereka—cepat, visual, dan berbasis nilai.
Storytelling bukan lagi sekadar alat untuk menyampaikan pesan brand, melainkan medium untuk membangun koneksi emosional yang tulus.
Ciri-Ciri Storytelling yang Disukai Gen Z
1. Autentik dan Jujur
Gen Z menghargai kejujuran dan transparansi. Mereka lebih menyukai konten yang terasa mentah, real, dan tidak dibuat-buat.
Misalnya, brand yang berani menunjukkan proses di balik layar tanpa disunting secara berlebihan cenderung mendapat respon positif.waymakers.id+1blog.shuttlerock.com+1
2. Relevan dan Personal
Cerita yang menyentuh kehidupan sehari-hari atau pengalaman emosional Gen Z akan lebih resonan.
Konten yang mengangkat isu-isu seperti kesehatan mental, inklusivitas, atau keberagaman memiliki daya tarik kuat di mata mereka.
3. Singkat dan Visual
Gen Z tidak suka berlama-lama. Format storytelling seperti video 15–60 detik, carousel Instagram, atau TikTok dengan narasi padat sangat efektif untuk menyampaikan pesan.
4. Interaktif
Storytelling yang bersifat dua arah, seperti polling, fitur tanya-jawab di stories, atau tantangan (challenge) mengundang partisipasi aktif dan memperkuat engagement.
Format Storytelling Favorit Gen Z di Era Digital
1. Konten Video Pendek
Platform seperti TikTok, Instagram Reels, dan YouTube Shorts menjadi arena utama storytelling bagi Gen Z.
Video-video ini harus langsung ke inti cerita, dengan visual yang menarik dan narasi yang relatable.
2. Narasi Personal di Instagram Stories atau Threads
Cerita singkat yang dibagikan secara informal, terutama oleh individu yang mereka percayai (influencer, teman), jauh lebih efektif dibanding iklan formal.
3. Cerita Edukatif via Bite-Size Content
Infografis mini, carousel dengan tips, atau konten swipeable lainnya memberikan nilai tambah dan meningkatkan shareability.
4. Mini Series atau Web Series
Format bersambung dengan karakter yang relatable, seperti serial pendek di YouTube atau IGTV, dapat menciptakan kedekatan emosional dengan audiens Gen Z.
Strategi Membangun Storytelling yang Resonansi
1. Riset Persona Gen Z Secara Spesifik
Gunakan survei, analitik media sosial, atau wawancara mendalam untuk mengetahui selera, nilai, serta gaya komunikasi Gen Z di industri Anda.
2. Gunakan Protagonis yang Mirip Mereka
Karakter utama dalam cerita sebaiknya mencerminkan gaya hidup, nilai, atau tantangan yang dihadapi Gen Z. Bisa berupa tokoh nyata atau karakter fiksi yang dibangun khusus.
3. Libatkan User-Generated Content (UGC)
Ajak Gen Z untuk ikut serta dalam penceritaan brand Anda. Contohnya, kampanye yang mengundang mereka membagikan pengalaman mereka melalui hashtag tertentu.
4. Bangun Alur Cerita yang Menyampaikan Nilai
Alih-alih menjual produk secara langsung, fokuslah pada pesan utama yang mencerminkan value brand Anda—seperti keberlanjutan, self-love, atau kreativitas.
Baca Juga: Kuis dan Polling, Strategi Engagement yang Disukai Gen Z
Studi Kasus Brand yang Sukses Storytelling ke Gen Z
1. Dove – Self-Esteem Project
Dove menggunakan pendekatan storytelling berbasis empati dan edukasi, fokus pada isu kepercayaan diri dan citra tubuh.
Kampanye ini sangat resonan karena menyentuh masalah yang relevan dengan keseharian Gen Z.
2. Netflix Indonesia
Netflix sering membagikan cuplikan adegan atau meme dari serial mereka yang disesuaikan dengan tren atau bahasa gaul lokal.
Hal ini membuat mereka terasa dekat dan "masuk" ke ekosistem Gen Z.
3. Erigo di TikTok
Brand fashion lokal ini menggunakan video behind-the-scenes, fashion tips singkat, dan interaksi langsung dengan followers untuk membangun keterikatan emosional.
Storytelling dalam digital marketing ala Gen Z bukan sekadar strategi konten—ia adalah fondasi untuk membangun hubungan jangka panjang.
Dengan memahami preferensi Gen Z yang mengutamakan kejujuran, partisipasi, dan nilai, marketer dapat menciptakan narasi yang tidak hanya menjual, tapi juga menginspirasi dan memicu percakapan.
Kini saatnya Anda, sebagai marketer, untuk mulai mengeksplorasi bentuk cerita yang sesuai dengan karakter brand Anda—dengan keberanian untuk menjadi autentik, dan kesediaan untuk mendengar serta melibatkan audiens dalam cerita itu sendiri.
FAQ
Mengapa storytelling penting dalam digital marketing untuk Gen Z?
Storytelling memungkinkan brand membangun koneksi emosional dengan Gen Z, yang menghargai kejujuran, relevansi, dan nilai-nilai sosial dalam konten.
Apa format konten yang paling efektif untuk Gen Z?
Video pendek (15–60 detik), carousel informatif, dan konten interaktif seperti polling atau tantangan sangat efektif untuk menarik perhatian Gen Z.
Bagaimana cara memastikan storytelling saya autentik?
Gunakan cerita nyata, tampilkan proses di balik layar, dan libatkan audiens melalui user-generated content untuk menciptakan narasi yang jujur dan relatable.