Memahami Supremasi Hukum dalam Demokrasi

Memahami Supremasi Hukum dalam Demokrasi!aligncenter

Apa Itu Supremasi Hukum?

Secara umum, supremasi hukum berarti hukum berada di atas segala kekuasaan dan menjadi dasar utama dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam terminologi klasik, supremasi hukum menandakan tidak adanya kekuasaan yang absolut semua harus tunduk pada hukum, termasuk pemegang kekuasaan tertinggi sekalipun.

Konsep ini telah tertuang secara eksplisit dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 yang menegaskan bahwa "Negara Indonesia adalah negara hukum." Makna ini mencerminkan komitmen konstitusional bahwa hukum tidak boleh dikesampingkan oleh kekuasaan politik, bahkan oleh mayoritas rakyat sekalipun.

Demokrasi dan Negara Hukum: Hubungan Tak Terpisahkan

Demokrasi yang sehat menuntut keberadaan negara hukum (Rechtsstaat), bukan sekadar negara kekuasaan (Machtsstaat). Tanpa landasan hukum yang kuat, demokrasi rawan diselewengkan menjadi alat kepentingan segelintir kelompok melalui mekanisme mayoritarianisme.

Demokrasi konstitusional adalah bentuk demokrasi yang dibatasi oleh hukum, bukan demokrasi yang liar tanpa batas.

 

Demokrasi Tanpa Hukum: Sebuah Ilusi

Kedaulatan rakyat dalam demokrasi tidak berarti kebebasan tanpa batas. Justru, supremasi hukumlah yang memastikan bahwa setiap ekspresi kedaulatan tetap dalam koridor konstitusional. Tanpa hukum yang tegas dan adil, kebebasan berubah menjadi anarki.

Lihat saja contoh di berbagai negara transisi demokrasi yang gagal membangun sistem hukum yang kuat. Demokrasi prosedural memang berjalan  pemilu rutin dilaksanakan  namun pelanggaran HAM, korupsi, dan politisasi lembaga hukum merajalela.

Di sinilah supremasi hukum menjadi pembeda antara demokrasi semu dan demokrasi substantif.

Lembaga Negara sebagai Penjaga Supremasi Hukum

Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif: Siapa Melakukan Apa?

Dalam sistem demokrasi Indonesia, pembagian kekuasaan menjadi tiga cabang utama  eksekutif, legislatif, dan yudikatif bertujuan untuk mencegah konsentrasi kekuasaan yang berlebihan. Masing-masing cabang memiliki fungsi kontrol terhadap yang lain, sesuai dengan prinsip checks and balances.

  • Eksekutif menjalankan kebijakan publik dan penegakan hukum.
  • Legislatif menyusun regulasi dan mengawasi jalannya pemerintahan.
  • Yudikatif menafsirkan dan menegakkan hukum secara independen.

Namun relasi antarlembaga ini tak selalu berjalan mulus. Intervensi politik dalam proses hukum, lemahnya integritas aparat, serta konflik kepentingan masih kerap terjadi.

Peran Lembaga Non-struktural dan Masyarakat Sipil

Institusi seperti Komnas HAM, KPK, dan Ombudsman RI merupakan bagian dari upaya memperkuat penegakan hukum secara independen. Sementara itu, masyarakat sipil, termasuk LSM, media, dan akademisi, juga berperan penting sebagai pengawas partisipatif terhadap proses-proses demokrasi dan hukum.

Tantangan Supremasi Hukum di Indonesia

Masalah Kelembagaan dan Budaya Hukum

Meskipun konstitusi telah menegaskan supremasi hukum, implementasinya masih menghadapi tantangan serius. Beberapa di antaranya meliputi:

  • Korupsi dan lemahnya integritas aparat penegak hukum
  • Tumpang tindih kewenangan antar-lembaga
  • Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap hak-hak hukumnya
  • Praktik hukum yang diskriminatif

Menurut data Indonesia Corruption Watch (ICW), sepanjang tahun 2023, lebih dari 700 kasus korupsi ditangani dengan potensi kerugian negara mencapai Rp46 triliun. Ini mencerminkan lemahnya aspek preventif dalam penegakan supremasi hukum.

Menuju Demokrasi Konstitusional yang Substantif

Reformasi Hukum dan Transparansi

Untuk menegakkan supremasi hukum dalam pemerintahan demokratis, perlu dilakukan reformasi menyeluruh dalam sektor hukum. Ini meliputi:

  • Penguatan independensi lembaga yudikatif
  • Rekrutmen aparat hukum berbasis merit
  • Transparansi proses hukum dan sistem digitalisasi (e-court, e-prosecution)
  • Aksesibilitas hukum untuk masyarakat miskin dan rentan

Pendidikan Hukum sebagai Investasi Demokrasi

Supremasi hukum tidak akan terwujud tanpa masyarakat yang sadar hukum. Oleh karena itu, pendidikan hukum harus menjadi bagian dari kurikulum nasional dan forum publik.

Mengutip pandangan Amartya Sen, peraih Nobel Ekonomi, “Demokrasi yang sehat hanya bisa tumbuh di masyarakat yang memiliki akses informasi, partisipasi, dan rasa tanggung jawab kolektif terhadap hukum.”

Sevenstar Indonesia

Demokrasi Tanpa Supremasi Hukum Hanyalah Kemasan

Supremasi hukum bukanlah atribut tambahan dari demokrasi, melainkan napasnya. Tanpa hukum yang ditegakkan secara adil, demokrasi tak ubahnya panggung kosong yang penuh slogan tapi minim keadilan.

Indonesia sebagai negara demokratis harus terus memperkuat komitmen terhadap supremasi hukum. Hanya dengan begitu, demokrasi tidak hanya hidup di bilik suara, tapi juga di ruang sidang, ruang publik, dan kehidupan sehari-hari masyarakat.

 Baca Juga : Pemerintah dan Penegakan Hukum

FAQ Seputar Supremasi Hukum dalam Pemerintahan Demokratis

Apa arti supremasi hukum dalam demokrasi?
Supremasi hukum berarti bahwa hukum menjadi dasar tertinggi dalam menjalankan pemerintahan demokratis, bukan kehendak individu atau mayoritas semata.

Mengapa supremasi hukum penting?
Karena ia menjaga agar demokrasi berjalan sesuai konstitusi, mencegah penyalahgunaan kekuasaan, dan menjamin keadilan bagi semua warga negara.

Apa contoh pelanggaran supremasi hukum di Indonesia?
Contohnya antara lain intervensi politik dalam proses peradilan, diskriminasi hukum, dan lemahnya penegakan terhadap pelanggar dari kalangan elite.

Bagaimana cara memperkuat supremasi hukum?
Dengan reformasi sistem hukum, pendidikan hukum, transparansi lembaga negara, serta partisipasi aktif masyarakat sipil.

Postingan Terkait

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *