Mencari Jalan Pintas? Menelisik Peluang Nilai TKA SNBT Dikonversi untuk Seleksi Kerja BUMN

Sevenstar Indonesia - Di tengah ketatnya persaingan memperebutkan kursi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terus diminati ribuan talenta muda, muncul wacana dan pertanyaan yang kerap berulang di kalangan pelamar.
Mungkinkah hasil
Tes Kemampuan Akademik (TKA) yang selama ini digunakan dalam seleksi masuk
Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dapat dimanfaatkan atau dikonversi untuk menembus
gerbang rekrutmen BUMN?
Pertanyaan ini
bukan tanpa alasan. Banyak lulusan baru yang memiliki skor TKA yang memuaskan
dari jalur Seleksi Nasional Berbasis Tes (SNBT) atau Ujian Tulis Berbasis
Komputer (UTBK) merasa skor tinggi tersebut seharusnya memiliki bobot yang
signifikan, bahkan idealnya dapat menggantikan sebagian tahapan tes awal dalam
Rekrutmen Bersama BUMN (RBB).
Harapan ini
didasari pada asumsi efisiensi dan standarisasi pengukuran kemampuan dasar. Namun,
menilik kembali regulasi resmi dan mekanisme yang telah ditetapkan oleh Forum
Human Capital Indonesia (FHCI) selaku panitia pelaksana RBB, jawaban atas
pertanyaan tersebut cenderung tegas dan terstruktur.
Nilai TKA, yang
fokusnya sangat spesifik pada bidang akademik Sains dan Teknologi (Saintek)
atau Sosial dan Humaniora (Soshum), tidak secara otomatis diakui atau dapat
dikonversi sebagai kriteria kelulusan utama dalam sistem seleksi BUMN.
Hal ini krusial
untuk diketahui. Pelamar harus memahami bahwa tes rekrutmen BUMN memiliki
filosofi dan tujuan pengukuran yang berbeda, jauh melampaui kemampuan akademik
murni yang diukur TKA.
TKA vs. TKD BUMN:
Perbedaan Mendasar dalam Seleksi
Untuk memahami
mengapa konversi nilai TKA menjadi hasil Tes Kompetensi Dasar (TKD) BUMN sulit
terwujud, perlu ada pembedaan yang jelas antara kedua jenis tes tersebut, baik
dari segi tujuan, substansi, maupun konteks penggunaannya.
Apa itu TKA dan Lingkup
Penggunaannya?
Tes Kemampuan
Akademik (TKA) merupakan komponen ujian yang dahulu menjadi bagian vital dalam
seleksi UTBK/SNBT untuk masuk ke jenjang pendidikan tinggi.
Meskipun kini
komponennya telah berevolusi dan digabungkan dalam kerangka yang lebih luas,
inti dari TKA adalah mengukur penguasaan substansi akademik spesifik, seperti
Matematika, Fisika, Kimia, Biologi (Saintek) atau Ekonomi, Sejarah, Geografi,
Sosiologi (Soshum).
Skor TKA berfungsi
sebagai alat prediksi keberhasilan akademis calon mahasiswa di program studi
yang mereka pilih. Dengan kata lain, TKA adalah indikator kesiapan individu
dalam menempuh pendidikan keilmuan tertentu.

Ujian Resmi Rekrutmen
Bersama BUMN
Sebaliknya, proses
seleksi di BUMN, terutama pada tahap awal Rekrutmen Bersama BUMN (RBB),
memiliki pilar-pilar tes yang dirancang untuk mengukur kesiapan kerja, bukan
kesiapan akademis. Tes-tes tersebut meliputi:
Tes Kompetensi Dasar
(TKD)
Mengukur kemampuan
dasar umum seperti numerik, verbal, dan penalaran. Tes ini berfokus pada
potensi skolastik dasar yang relevan dengan lingkungan kerja profesional.
Tes Core Values
BUMN (AKHLAK)
Merupakan komponen
yang wajib diikuti dan menjadi ciri khas rekrutmen BUMN. Tes ini mengukur
pemahaman dan implementasi nilai-nilai inti BUMN, yakni Amanah, Kompeten,
Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif.
Tes Bahasa Inggris,
TKB, dan Lainnya
Dilakukan pada
tahap lanjutan untuk mengukur kemampuan spesifik yang dibutuhkan oleh posisi
atau job role yang dilamar.
Jelas terlihat,
BUMN tidak hanya mencari individu yang cerdas secara akademis, tetapi juga
mereka yang memiliki integritas dan keselarasan etos kerja dengan Core
Values yang diterapkan oleh seluruh entitas perseroan negara.
Klarifikasi Resmi FHCI:
Mengapa Konversi Nilai Sulit Diterapkan
Dalam setiap
kesempatan, seperti yang sering disampaikan dalam konferensi pers maupun
klarifikasi di media sosial, FHCI selalu menegaskan bahwa standar kelulusan tes
BUMN bersifat sui generis, atau unik pada sistem BUMN itu sendiri.
Direktur Eksekutif
FHCI, atau juru bicara resmi lainnya, selalu menegaskan bahwa setiap tahapan
tes, mulai dari TKD hingga TKB, memiliki ambang batas atau nilai
minimal yang harus dicapai pelamar.
"Tidak ada
kebijakan resmi yang memperbolehkan konversi nilai ujian dari luar sistem BUMN,
termasuk nilai TKA atau UTBK, sebagai pengganti kelulusan TKD atau
AKHLAK," ujar seorang sumber yang dekat dengan regulasi FHCI, menirukan
ketegasan sikap otoritas.
Sumber tersebut
melanjutkan, TKD BUMN didesain secara spesifik untuk menyaring puluhan ribu
pelamar berdasarkan kebutuhan mendasar korporasi, yang mungkin memiliki format,
jumlah soal, dan bobot penilaian yang sangat berbeda dengan TKA.
Bahkan, jika
seorang pelamar memperoleh nilai TKD BUMN yang berada di bawah ambang batas
yang ditetapkan—misalnya 58 untuk jenjang tertentu, seperti yang sempat ramai
dibahas di media sosial—maka yang bersangkutan otomatis tidak dapat melanjutkan
ke tahapan selanjutnya.
"Ketentuan ini
mutlak. Mencapai nilai di atas standar minimum TKD saja belum menjamin
kelulusan, karena proses seleksi juga mempertimbangkan peringkat dan kuota yang
dibutuhkan.
Apalagi jika skor
utama (TKD/AKHLAK) tidak terpenuhi," tambahnya, menggarisbawahi pentingnya
memenuhi setiap kriteria tes yang ada, bukan mengandalkan skor akademik lampau.
Efisiensi dan Masa
Depan Standarisasi Tes
Meskipun saat ini
konversi nilai TKA untuk seleksi BUMN tidak dimungkinkan, wacana tentang
efisiensi tes sebenarnya patut untuk terus didiskusikan. Di beberapa negara
maju, hasil tes standarisasi tertentu memang digunakan sebagai portofolio
pendukung yang memperkuat profil pelamar.
Namun, selama Tes Core
Values AKHLAK tetap menjadi komponen wajib dan krusial, BUMN akan selalu
membutuhkan tes internal untuk memastikan bahwa setiap karyawan baru tidak
hanya cakap secara akademik (yang sudah diasumsikan melalui ijazah), tetapi
juga memiliki karakter dan etika yang selaras dengan good corporate
governance BUMN.
Pada akhirnya, bagi
para pelamar yang telah mencetak skor tinggi pada TKA atau UTBK, hasil tersebut
dapat menjadi modal kepercayaan diri dan bukti kompetensi dasar yang kuat.
Namun, untuk lolos
dalam Rekrutmen Bersama BUMN, fokus utama harus tetap tertuju pada persiapan
yang matang untuk menghadapi setiap mata uji yang disyaratkan secara resmi,
terutama mencapai nilai minimal yang telah ditetapkan di setiap tahap.
Jalan menuju BUMN
tetaplah harus ditempuh melalui gerbang regulasi yang resmi dan tidak bisa
dicapai melalui jalan pintas konversi nilai akademis semata.
Penulis: Ika Kurnia Sari - SKARIGA


