Evolusi UN Menuju Sistem Evaluasi Pendidikan Baru

Evolusi UN Menuju Sistem Evaluasi Pendidikan Baru
Sumber : kumparan.com

Perjalanan sistem pendidikan Indonesia selalu penuh dinamika. Salah satu bagian yang paling banyak menyita perhatian adalah soal ujian akhir yang wajib ditempuh siswa. Bagi generasi lama, nama Ebtanas dan UN bukanlah sesuatu yang asing. Namun bagi generasi yang lebih muda, istilah-istilah itu mungkin hanya dikenal lewat cerita kakak kelas atau orang tua mereka.

Kini, Ujian Nasional (UN) resmi dihapuskan, digantikan oleh Asesmen Nasional yang lebih menekankan pada pengukuran kompetensi dan karakter, bukan sekadar hafalan materi. Evolusi ini tentu tidak terjadi dalam semalam. Ada sejarah panjang, pro dan kontra, hingga akhirnya muncul sistem evaluasi pendidikan baru yang lebih menekankan kualitas dan relevansi.

Ayo kita bahas perjalanan panjang evolusi UN menuju sistem evaluasi pendidikan baru di Indonesia, mulai dari sejarah, alasan perubahan, dampak, hingga arah masa depan pendidikan kita.

 

Sejarah Awal Ujian Nasional di Indonesia

Untuk memahami mengapa UN akhirnya dihapus, kita perlu menelusuri sejarahnya.

Pada era Orde Baru, sistem evaluasi pendidikan dikenal dengan nama Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (Ebtanas). Ujian ini menjadi standar kelulusan bagi siswa sekolah menengah. Bedanya dengan UN di era berikutnya, nilai Ebtanas tidak sepenuhnya menentukan kelulusan, karena sekolah masih memiliki kewenangan dalam memberi penilaian akhir.

Seiring perkembangan zaman, Ebtanas berganti nama menjadi Ujian Akhir Nasional (UAN) pada awal tahun 2000-an. Selanjutnya, istilah ini kembali diubah menjadi Ujian Nasional (UN). Pada masa ini, UN menjadi ujian terpusat yang sangat menentukan nasib siswa.

Bagi sebagian orang, UN dianggap sebagai “penentu hidup dan mati” dalam dunia pendidikan, karena hasilnya tidak hanya memengaruhi kelulusan, tetapi juga menjadi salah satu syarat untuk masuk ke jenjang pendidikan berikutnya.

Baca Juga: Perjalanan Panjang UN Hingga Akhirnya Dihapus

Kritik Terhadap Sistem UN

Meskipun niat awalnya baik, UN menuai banyak kritik dari berbagai pihak. Ada beberapa alasan mengapa UN dinilai bermasalah :

Terlalu menekankan hafalan

Materi UN lebih banyak menguji ingatan siswa dibanding pemahaman mendalam. Hal ini membuat pembelajaran di sekolah cenderung berorientasi pada latihan soal semata.

Tekanan psikologis bagi siswa

Banyak siswa merasa stres karena nasib kelulusan mereka ditentukan oleh hasil ujian beberapa hari saja, padahal belajar dilakukan bertahun-tahun.

Ketimpangan kualitas pendidikan

Tidak semua sekolah memiliki fasilitas dan guru dengan kualitas sama. Namun, soal UN disamakan di seluruh Indonesia, sehingga siswa di daerah dengan fasilitas terbatas sering dirugikan.

Kasus kecurangan

Tidak sedikit laporan tentang kebocoran soal, kecurangan massal, hingga praktik manipulasi nilai. Hal ini menunjukkan bahwa sistem UN tidak sepenuhnya sehat.

Karena berbagai kritik inilah, pemerintah mulai meninjau kembali relevansi UN sebagai alat evaluasi pendidikan nasional.

 

Perubahan UN dari Waktu ke Waktu

Meski akhirnya dihapus, UN sempat beberapa kali mengalami perubahan format. Misalnya :

1. Ujian Nasional Berbasis Kertas (Paper Based Test) yang paling lama digunakan.

2. Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) mulai diperkenalkan pada tahun 2014, dengan tujuan meminimalisasi kebocoran soal.

3. UNBK serentak nasional diterapkan menjelang penghapusan UN, dengan sistem online agar lebih efisien.

Walau begitu, perubahan teknis ini belum menyentuh akar permasalahan. Kritik tentang esensi UN tetap saja muncul.

Alasan Pemerintah Menghapus UN

Alasan Pemerintah Menghapus UN

Keputusan untuk menghapus UN diumumkan pada tahun 2019 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, Nadiem Makarim. Ada beberapa alasan utama :

Mengurangi tekanan psikologis siswa

Tidak ada lagi ujian yang menentukan kelulusan secara tunggal.

Mendorong pembelajaran yang lebih bermakna

Guru tidak lagi hanya fokus pada latihan soal UN, tetapi lebih pada pemahaman konsep, keterampilan berpikir kritis, dan karakter.

Menjamin keadilan

Evaluasi pendidikan tidak bisa hanya disamaratakan dengan satu tes. Sekolah dengan kondisi berbeda perlu diberi ruang untuk mengembangkan metode penilaian masing-masing.

Mengutamakan kompetensi nyata

Ujian hafalan dianggap sudah tidak relevan dengan kebutuhan abad ke-21, di mana keterampilan berpikir kritis, kolaborasi, kreativitas, dan komunikasi lebih dibutuhkan.

Baca Juga: Perbedaan TKA dan UN dalam Sistem Pendidikan Indonesia

Munculnya Asesmen Nasional sebagai Pengganti

Sebagai pengganti UN, pemerintah meluncurkan Asesmen Nasional (AN). Bedanya, AN tidak berfungsi sebagai penentu kelulusan siswa, melainkan sebagai alat evaluasi mutu pendidikan secara keseluruhan.

Asesmen Nasional mencakup tiga komponen utama :

1. Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) mengukur literasi membaca dan numerasi.

2. Survei Karakter menilai nilai-nilai Pancasila, integritas, dan profil pelajar.

3. Survei Lingkungan Belajar melihat iklim belajar, dukungan sekolah, serta budaya belajar.

Dengan sistem ini, fokus pendidikan bukan lagi hanya pada nilai ujian akhir, melainkan pada kualitas pembelajaran yang berlangsung sehari-hari.

 

Dampak Perubahan dari UN ke Asesmen Nasional

Perubahan dari UN ke AN membawa dampak besar, baik bagi siswa, guru, maupun sekolah.

Dampak bagi siswa

1. Tidak lagi terbebani ujian kelulusan tunggal.

2. Lebih didorong untuk memahami konsep, bukan sekadar menghafal.

3. Mempunyai kesempatan berkembang di bidang karakter, kreativitas, dan kolaborasi.

Dampak bagi guru

1. Lebih bebas mengajar dengan metode kreatif.

2. Tidak lagi terjebak pada target nilai UN.

3. Bisa lebih fokus pada pembelajaran yang relevan dengan kehidupan sehari-hari.

Dampak bagi sekolah

1. Mendorong perbaikan mutu pembelajaran secara menyeluruh.

2. Sekolah tidak lagi terpaku pada peringkat UN, tetapi pada kualitas proses belajar.

3. Lingkungan belajar lebih diperhatikan sebagai faktor penting.

Kontroversi dan Tantangan AN

Kontroversi dan Tantangan Asesmen Nasional

Meskipun dianggap lebih manusiawi, Asesmen Nasional juga tidak lepas dari kontroversi.

1. Kesiapan sekolah Tidak semua sekolah siap menghadapi sistem berbasis komputer.

2. Literasi digital Siswa di daerah tertinggal masih kesulitan dengan keterbatasan akses internet.

3. Pemahaman guru Tidak semua guru langsung paham bagaimana cara memanfaatkan hasil AN untuk meningkatkan kualitas belajar.

Artinya, meskipun arah kebijakan sudah tepat, implementasinya masih butuh waktu dan kerja sama semua pihak.

Baca Juga: Pentingnya Literasi Digital bagi Generasi Muda

UN vs Asesmen Nasional

Jika UN berfokus pada hasil akhir, maka Asesmen Nasional berfokus pada proses pembelajaran.

1. UN menilai siswa.

2. AN menilai sistem pendidikan.

Perubahan filosofi ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak lagi menempatkan siswa sebagai “beban utama” evaluasi, tetapi melihat pendidikan sebagai ekosistem yang saling terkait.

 

Masa Depan Sistem Evaluasi Pendidikan Indonesia

Perjalanan evolusi UN menuju sistem evaluasi baru menandakan arah pendidikan Indonesia yang lebih berfokus pada kualitas, relevansi, dan keadilan. Ke depan, beberapa hal yang kemungkinan akan menjadi fokus adalah :

1. Integrasi teknologi dalam evaluasi Pemanfaatan big data untuk memetakan kualitas pendidikan.

2. Penilaian berbasis proyek Siswa akan lebih banyak diuji lewat karya nyata.

3. Kolaborasi internasional Standar evaluasi pendidikan bisa disesuaikan dengan praktik global, seperti PISA.

4. Peningkatan kapasitas guru Guru akan lebih difasilitasi agar bisa menganalisis hasil asesmen untuk perbaikan pembelajaran.

Sevenstar Indonesia

Evolusi Ujian Nasional menuju sistem evaluasi pendidikan baru adalah langkah besar yang mencerminkan perubahan paradigma dalam dunia pendidikan Indonesia. Dari Ebtanas, UAN, UN, hingga akhirnya Asesmen Nasional, semuanya menunjukkan bahwa pendidikan tidak bisa berhenti berkembang.

Jika dulu UN menjadi ujian yang menakutkan, kini evaluasi pendidikan lebih diarahkan untuk mengukur kompetensi nyata, karakter, dan kualitas lingkungan belajar. Tentu perjalanan ini masih panjang, tetapi perubahan ini menjadi tanda bahwa pendidikan Indonesia bergerak ke arah yang lebih relevan dengan kebutuhan zaman.

Penulis : Safira Novanda Hafizham (uva)

Postingan Terkait

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *