Perjalanan Panjang UN Hingga Akhirnya Dihapus

Perjalanan Panjang UN Hingga Akhirnya Dihapus

Bagi sebagian orang, nama Ujian Nasional (UN) masih terasa lekat di ingatan. Ujian ini dulu menjadi salah satu momen paling menegangkan bagi siswa, karena hasilnya bisa menentukan kelulusan sekaligus masa depan. Namun, setelah bertahun-tahun menuai pro dan kontra, UN akhirnya resmi dihapus dan digantikan oleh sistem baru.

Mengapa UN yang sempat dianggap sebagai tolok ukur pendidikan nasional akhirnya ditinggalkan? Apa saja perubahan yang dialaminya dari waktu ke waktu? Dan bagaimana sistem baru yang lahir setelah UN benar-benar berbeda dengan yang lama?

Ayo kita bahas perjalanan panjang Ujian Nasional, mulai dari awal kemunculannya, berbagai perubahan format, kritik yang muncul, hingga keputusan bersejarah untuk menghapusnya.

 

Awal Mula Sistem Ujian Nasional di Indonesia

Sebelum dikenal dengan nama Ujian Nasional, Indonesia lebih dulu mengenal sistem Ebtanas (Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional). Ujian ini muncul pada era Orde Baru dan berlangsung hingga akhir 1990-an.

Ebtanas diselenggarakan untuk mengukur hasil belajar siswa di tingkat akhir, baik SD, SMP, maupun SMA. Walau sifatnya penting, penentu kelulusan saat itu masih digabung dengan penilaian sekolah. Artinya, nilai Ebtanas tidak sepenuhnya menentukan apakah seorang siswa lulus atau tidak.

Pada awal 2000-an, Ebtanas berubah nama menjadi Ujian Akhir Nasional (UAN). Perubahan nama ini diikuti pula oleh penguatan peran ujian, di mana hasil UAN lebih dominan dalam menentukan kelulusan. Dari sinilah ujian akhir nasional mulai menjadi “momok” bagi siswa.

 

Transformasi UAN Menjadi Ujian Nasional (UN)

Sekitar tahun 2003, UAN kembali berganti nama menjadi Ujian Nasional (UN). Pada periode ini, peran UN makin besar. Nilai UN bukan hanya menentukan kelulusan, tetapi juga bisa memengaruhi kesempatan masuk ke sekolah atau perguruan tinggi tertentu.

Siswa yang nilainya tinggi tentu lebih percaya diri melanjutkan pendidikan, sementara yang nilainya rendah sering merasa terhambat. Dari sinilah muncul banyak kritik, karena seolah-olah nasib masa depan ditentukan oleh hasil ujian beberapa hari saja.

Baca Juga: Evolusi UN Menuju Sistem Evaluasi Pendidikan Baru

Kritik dan Kontroversi Seputar UN

Kritik dan Kontroversi Seputar UN

Selama bertahun-tahun, UN menjadi perdebatan hangat. Beberapa kritik utama yang sering disampaikan antara lain :

Tekanan psikologis yang tinggi

Siswa SMA atau SMP sering merasa UN sebagai ujian hidup-mati. Padahal belajar dilakukan bertahun-tahun, tetapi hasilnya ditentukan hanya dari ujian akhir.

Kesenjangan pendidikan

Soal UN dibuat sama untuk seluruh Indonesia, padahal kondisi sekolah berbeda-beda. Sekolah di kota besar tentu lebih siap dibanding sekolah di daerah tertinggal.

Dominasi hafalan

Banyak siswa belajar hanya untuk menghafal materi, bukan memahami konsep. Hal ini menimbulkan fenomena "drill soal UN" di sekolah.

Kasus kecurangan

Tidak jarang muncul kasus kebocoran soal, kerja sama massal, hingga manipulasi nilai. Semua ini menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap UN.

Meskipun begitu, pemerintah sempat bertahan dengan alasan UN diperlukan untuk menjaga standar pendidikan nasional.

 

Perubahan Format UN dari Waktu ke Waktu

UN tidak langsung dihapus begitu saja. Sebelum keputusan itu diambil, pemerintah sempat melakukan berbagai modifikasi.

1. 2000-an awal UN masih berbasis kertas. Semua siswa mengerjakan soal dalam bentuk cetak.

2. 2014 Muncul Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK). Sistem ini diperkenalkan untuk mengurangi kecurangan sekaligus mengikuti perkembangan teknologi.

3. 2017–2019 UNBK mulai diterapkan secara masif di seluruh Indonesia. Hampir semua sekolah mengikuti, meski masih ada tantangan akses internet di daerah.

Meski sistemnya berubah menjadi digital, kritik soal esensi UN tetap tidak hilang.

Baca Juga: Inovasi Mengajar Kreatif dengan Teknologi Digital

Keputusan Bersejarah : UN Dihapus

Pada akhir 2019, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, Nadiem Makarim, mengumumkan bahwa Ujian Nasional resmi akan dihapus mulai 2021.

Alasan penghapusan ini sangat jelas :

1. Mengurangi beban psikologis siswa.

2. Mendorong pembelajaran yang lebih bermakna.

3. Menghapus ketergantungan pada hafalan.

4. Memberi ruang bagi sekolah untuk lebih kreatif.

Keputusan ini disambut dengan reaksi beragam. Sebagian siswa merasa lega karena tidak lagi terbebani ujian kelulusan, sementara sebagian guru khawatir bagaimana standar pendidikan bisa dijaga tanpa UN.

 

Pengganti UN : Asesmen Nasional

Sebagai pengganti UN, pemerintah memperkenalkan Asesmen Nasional (AN). Perbedaannya cukup signifikan :

1. UN menilai siswa, sementara AN menilai sistem pendidikan.

2. UN menjadi syarat kelulusan, sedangkan AN tidak menentukan kelulusan.

UN berfokus pada mata pelajaran, AN berfokus pada kompetensi minimum, karakter, dan lingkungan belajar.

Asesmen Nasional terdiri dari :

1. Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) mengukur kemampuan literasi membaca dan numerasi.

2. Survei Karakter menilai nilai-nilai Pancasila, integritas, dan sikap siswa.

3. Survei Lingkungan Belajar menilai kualitas ekosistem pendidikan di sekolah.

Dengan pendekatan ini, evaluasi pendidikan tidak lagi membebani siswa semata, tetapi juga melibatkan sekolah dan sistem secara keseluruhan.

Dampak Penghapusan UN

Dampak Penghapusan UN

Penghapusan UN membawa dampak besar dalam ekosistem pendidikan Indonesia.

Dampak bagi siswa

1. Tidak ada lagi ujian kelulusan tunggal.

2. Belajar tidak hanya berfokus pada drill soal, tapi lebih luas dan variatif.

3. Rasa cemas berlebihan di akhir masa sekolah berkurang.

Dampak bagi guru

1. Lebih bebas mengembangkan metode pembelajaran.

2. Tidak lagi terpaku pada kisi-kisi UN.

3. Bisa lebih fokus menanamkan keterampilan berpikir kritis.

Dampak bagi sekolah

1. Evaluasi tidak lagi berupa ranking nilai UN.

2. Fokus bergeser ke pengembangan lingkungan belajar yang kondusif.

3. Muncul dorongan untuk lebih kreatif dalam mencetak siswa berkarakter.

 

Pro dan Kontra Setelah UN Dihapus

Walau banyak yang mendukung, tidak sedikit juga yang meragukan keputusan penghapusan UN.

Pihak yang pro menilai bahwa sistem lama terlalu menekan siswa dan tidak relevan dengan tantangan zaman. Sedangkan pihak yang kontra khawatir tanpa UN, standar pendidikan nasional menjadi kabur.

Namun, jika dilihat dari filosofi, Asesmen Nasional dianggap lebih sesuai dengan kebutuhan abad ke-21. Pendidikan tidak lagi semata soal nilai angka, tetapi juga tentang keterampilan, karakter, dan kesiapan menghadapi kehidupan nyata.

 

Masa Depan Evaluasi Pendidikan di Indonesia

Penghapusan UN bukanlah akhir, melainkan awal dari sistem baru. Ke depan, evaluasi pendidikan di Indonesia diperkirakan akan semakin menekankan beberapa hal berikut :

1. Pemanfaatan teknologi digital Evaluasi berbasis data besar untuk memetakan kualitas pendidikan secara nasional.

2. Penilaian berbasis proyek Siswa dinilai lewat karya nyata yang mencerminkan kreativitas dan pemahaman.

3. Keterkaitan dengan standar global Asesmen Nasional bisa dikaitkan dengan sistem internasional seperti PISA.

4. Peningkatan kapasitas guru Guru menjadi kunci agar hasil asesmen benar-benar bermanfaat bagi pengembangan sekolah.

Baca Juga: Manfaat dan Tantangan Teknologi Pendidikan di Era Digital

Sevenstar Indonesia

Perjalanan panjang Ujian Nasional hingga akhirnya dihapus mencerminkan perubahan besar dalam filosofi pendidikan Indonesia. Dari Ebtanas, UAN, UN, hingga Asesmen Nasional, semuanya menunjukkan bahwa pendidikan harus terus berkembang sesuai kebutuhan zaman.

Jika dulu siswa dicekam rasa takut menghadapi UN, kini evaluasi pendidikan diarahkan untuk membangun kompetensi, karakter, dan lingkungan belajar yang lebih sehat.

Meski masih banyak tantangan dalam implementasi, perubahan ini bisa menjadi langkah besar menuju pendidikan yang lebih adil, relevan, dan bermakna bagi generasi mendatang.

Penulis : Safira Novanda Hafizham (uva)

Postingan Terkait

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *