Transparansi Pemerintahan: Pilar Utama Menuju Tata Kelola yang Bersih

Transparansi Pemerintahan

Mengapa Transparansi Pemerintahan Semakin Diperlukan?

Di tengah arus reformasi birokrasi dan tuntutan publik atas akuntabilitas, transparansi dalam pemerintahan bukan lagi pilihan, melainkan keniscayaan.

Transparansi mencerminkan keterbukaan informasi, partisipasi publik, dan tanggung jawab pejabat publik atas kebijakan maupun pelaksanaan program.

Lalu, bagaimana transparansi dapat diterapkan secara nyata di lingkungan pemerintahan?

Definisi dan Dimensi Transparansi

Transparansi dalam konteks pemerintahan merujuk pada prinsip keterbukaan akses masyarakat terhadap informasi publik, baik menyangkut kebijakan, anggaran, pengadaan barang/jasa, maupun hasil evaluasi kinerja pemerintah.

Dalam Pasal 9 Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik disebutkan bahwa setiap badan publik wajib menyediakan, memberikan, dan/atau menerbitkan informasi publik yang berada di bawah kewenangannya.

Transparansi terdiri dari beberapa dimensi, antara lain:

  • Transparansi informasi: Data tersedia dan mudah diakses.
  • Transparansi proses: Mekanisme pengambilan keputusan terbuka.
  • Transparansi hasil: Keluaran dan dampak kebijakan dapat diukur.

Implikasi Transparansi terhadap Kinerja Pemerintahan

Pemerintahan yang transparan cenderung memiliki tingkat kepercayaan publik yang lebih tinggi. Keterbukaan informasi memungkinkan masyarakat untuk:

  • Memantau proses pengambilan kebijakan,
  • Mengidentifikasi penyimpangan dan potensi korupsi,
  • Memberi masukan berdasarkan data yang sahih,
  • Berpartisipasi aktif dalam pembangunan.

Menurut kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2022, implementasi sistem e-government dan keterbukaan data anggaran berhasil menurunkan potensi fraud hingga 28% di pemerintah daerah yang menerapkannya.

Tantangan Implementasi Transparansi di Indonesia

Meski sudah ada regulasi yang cukup memadai, pelaksanaan transparansi di banyak instansi pemerintah masih menghadapi sejumlah tantangan, seperti:

  • Budaya birokrasi tertutup dan hierarkis,
  • Rendahnya literasi informasi publik,
  • Lemahnya sistem pengawasan internal,
  • Ketidaksiapan infrastruktur digital, terutama di daerah tertinggal.

Kondisi ini menciptakan kesenjangan antara harapan normatif dan realitas di lapangan. Sebagai contoh, laporan Ombudsman RI tahun 2023 menyebutkan bahwa hanya 47% badan publik yang merespons permintaan informasi masyarakat dalam jangka waktu yang diatur UU.

Baca Juga : Kebijakan Fiskal dan Moneter

Inisiatif Menuju Pemerintahan yang Lebih Transparan

Beberapa terobosan telah dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah dalam upaya mewujudkan transparansi, di antaranya:

  • Peluncuran portal satu data Indonesia,
  • Penguatan sistem Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (LAPOR!),
  • Digitalisasi proses pengadaan barang dan jasa (e-procurement),
  • Implementasi e-budgeting dan e-planning di APBD/APBN.

"Transparansi adalah kunci untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan dipercaya rakyat," ujar Prof. Dian Wulan, Guru Besar Ilmu Administrasi Publik Universitas Indonesia.

Menanamkan Transparansi sebagai Budaya, Bukan Sekadar Kewajiban

Transparansi bukan sekadar pemenuhan regulasi, tetapi sebuah budaya dalam tata kelola.

Diperlukan kemauan politik dari pimpinan lembaga, dukungan teknologi informasi, serta partisipasi aktif masyarakat untuk menciptakan ekosistem pemerintahan yang terbuka dan bertanggung jawab.

Pemerintah tidak bisa berjalan sendiri.

Sinergi antara negara dan warga adalah prasyarat mutlak bagi pembangunan yang adil dan berkelanjutan. Karena itu, transparansi harus terus didorong, dipantau, dan dikembangkan.

Postingan Terkait

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *